Perahu Itu Menikmati Panas Dinginnya Suasana


Melukis adalah kegiatan bervisualisasi yang jarang saya lakukan. Terciptanya imajinasi dari otak menjadi karya dari cat minyak ini masih bisa dihitung dengan jari. Hanya dorongan mood tingkat tinggi yang bisa mengajak saya asyik berbelang blonteng bersama kuas, kanvas dan cat minyak.

Mood melukis mendadak muncul pada tahun 2006 an, ketika saya ingin menghadiahkan sebuah kado istimewa untuk mantan pacar yang sekarang menjadi istri saya, @helloarie.

Saya ingin mengungkapkan perasaan hati ini dan ternyata dari bentuk kesenian yang ada, melukis adalah yang paling cocok.

Berkreasi paling asik itu di saat seniman tidak punya konsep, lebih mengandalkan spontanitas ketika ditodong kanvas kosong. Otak, hati dan tangan ini seakan kompak menggores isi imajinasi secara liar.
Nikmatnya adalah sang pelukis juga sama - sama penasaran menunggu hasil akhir seperti apa yang akan tercipta.

Akhirnya lukisan tanpa judul tercipta. Menampilkan perahu yang sedang berlayar di ganasnya ombak dan kobaran api. Sialannya, perahu itu memang terpaksa berpetualang karena dua simbol alam sedang bercumbu ria. Si biru dan si merah seolah bertabrakan liar tapi mesra. Keriangan mereka menghasilkan efek air dan api menjadi heboh.

Sebetulnya itu cara ekspresi saya menyimbolkan diri seorang Waditya yang pendiam, dingin, kalem dan introvert  bertemu dengan @helloarie yang supel, hangat dan extrovert.

Butuh berminggu minggu menyelesaikan lukisan ini hingga tepat terpajang di dinding pada tanggal 1 Oktober 2006.

6 tahun lebih sudah lukisan ini menemani kami menjelajahi panas dinginnya hidup. Walau berliku liku petualangan yang kita hadapi, namun kita tetap menikmatinya seperti lukisan air dan api yang bercumbu itu.

Cetar cetar menggelegar :)

Arigato Mas Ito


Facebook Message mendadak menotifikasi pesan baru dari mobile phone saya, "Halo Adit, saya akan berkunjung ke Distromu lagi". Berita itu datang dari teman saya yang berasal dari Jepang, Masatsugu Ito.

Perkenalan pertama terjadi ketika KAJI (Komunitas Alumni Jepang Indonesia) sebuah komunitas masyarakat Indonesia yang pernah bersekolah atau bekerja di Jepang, memboyong Ito ke kantor saya untuk menjalin networking.

Bisnis utama pria yang sepertinya berumur kepala dua ini adalah export gadget second ke Amerika dan Eropa, namun disela waktu senggang, Ito juga mengelola pages Facebook bernama Japan4You. Jumlah pengunjung yang nge"like" sejumlah 100 ribu orang. Nah menariknya 50 ribu orang tersebut berasal dari Indonesia.

Ito menjadi penasaran atas fenomena itu, sehingga dia rela merogoh kocek sendiri untuk berangkat ke negeri kita, mempelajari dan mempelajari, ada apa dengan Indonesia ?

Saya cukup salut dengan kengototan Ito, bayangkan sudah lima kali dia bolak balik Jakarta Tokyo, dan yang membuat saya senang adalah setiap kali tiba di Jakarta, dia selalu mampir untuk memborong kaos KDRI , he he (Alhamdulillah).

Kali ini dia datang ke Jakarta dengan agenda besar. Membuat gathering untuk mengumpulkan pengikut Japan4You di Indonesia. Sebuah acara tatap muka dan kulo nuwun antara admin dengan pengikutnya.

Ito mendatangi distro saya bersama teman - teman Jepangnya di daerah Tebet untuk memilih kaos yang cocok dipakai di hajatan besarnya. Kaos bergambar Soekarno Hatta akhirnya terpilih menemani acara Japan4You yang diselenggarakan esok harinya.

Rasa gelisah terpancar di wajahnya. Kemungkinan besar dia sedang memikirkan hiruk pikuk persiapan acaranya yang akan diselenggarakan di Kemang 28. Saya bisa memaklumi, pastinya susah dan bikin deg-deg an ketika orang asing membuat event di negeri lain dalam waktu yang terbatas karena kendala jarak.

Esoknya menjelang sore, saya menyempatkan diri untuk menengok acara Japan4You. Tampak puluhan orang duduk menikmati band indie lokal menyanyikan lagu - lagu populer Jepang. Ito tampak sumringah menyambut dan menyapa komunitasnya.

Walaupun pengunjung yang datang tidak sesuai ekspektasinya,  Ito tetap senang dengan lancarnya event ini. Bahkan dia sudah berangan - angan merancang bisnis di ibu kota kita.

"Dalam waktu dekat ini saya akan sering ke Jakarta. Saya ingin membuka kantor di Jakarta, mohon bantuannya Adit-san" ujarnya dengan tatapan penuh harap. Sorotan lampu kamera dari tv lokal untuk wawancara akhirnya menggiring Ito untuk melanjutkan kesibukannya.

Masatsugu Ito, buat saya adalah contoh sosok anak muda Jepang yang penuh ambisi. Membuat otak ini penasaran menunggu progress yang sudah dan akan ia bangun di Indonesia. Aah, minimal Ito sudah membangun lemarinya dengan koleksi kaos KDRI.

Arigatoo

Siap Siaga Menghadapi Pengemis Paris


Jaket tebal penuh saku berwarna biru lumayan melindungi dinginnya cuaca Paris yang saat itu sekitar 12 derajat celcius. Tas ransel dan tas pinggang melengkapi penampilan saya sebagai turis ala backpacker di kota pemilik Menara Eifel ini.

Mendadak dua wanita berkerudung mendekati saya. Disodorkanlah secarik kertas seperti daftar nama yang harus diisi, di tangan mereka juga telah siap sedia sebuah bolpen.

Tampang memelas sambil memohon mohon untuk menandatangani sesuatu di kertas membuat saya makin malas untuk meladeni mereka. Sedikit memaksa seolah tiga wanita itu ingin mengepung saya.

Melas tapi maksa, mungkin itu motto mereka kali ya? Untung muka masam saya dan sedikit melengos beranjak pergi sambil bibir berkata "NO!" membuat hati mereka sedikit demi sedikit berkata "ya sutra lah". Seolah paham bahwa tidak perlu didekati lagi, percuma.

Sebuah sambutan pahit dari Paris buat saya dan istri, @helloarie. Makin sepet rasanya ketika mereka berdua menggunakan atribut agama saya dari ucapan dan dandanan sebagai alat mendapatkan uang secara tidak cantik.

Tidak lebih dari satu jam, gangguan itu datang lagi, namun dengan orang yang berbeda. Kali ini jumlahnya lebih banyak, tiga orang wanita berkerudung.

Konsepnya kurang lebih sama, sambil menenteng kertas berisi list dan bolpen, berharap yang mereka jumpai mau menanda tanganinya. Dugaan saya semacam meminta dukungan dalam bentuk  sumbangan.

Sekonyong konyong diantara tiga wanita itu mendekati dan menepuk nepuk pundak saya dengan muka seolah teman dekat yang sudah lama tak berjumpa. "Assalamuallaikum brother, we are Moslem" ucapnya. Hadeehh apa lagi inihh! - batin saya.

Dua wanita lain sibuk kemrungsung menyodorkan kertas untuk minta tanda tangan, rasanya seperti artis dari Indonesia dikerubuti fans dari Paris, tapi kalau yang ini fans penipu.

Terus terang saya tidak bisa melihat wajah mereka karena tertutup banyak kertas. Insting saya mendadak melapor bahwa ada sesuatu yang bahaya jika dibiarkan.

Walhasil badan gemuk saya setinggi 178 cm ini langsung menggeliat keluar secara cepat dari kerumuman tiga wanita heboh itu.

Seperti auto pilot, merekapun pergi mencari mangsa yang lain. Kebetulan di belakang saya sedang ada bis wisata yang sedang menurunkan banyak turis dari Jepang. Secepat kilat geng berkerudung itu mendekatinya.

Awalnya saya menganggap bahwa ini hanyalah trik dari pengemis di Kota Paris, namun ketika melihat tas pinggang saya yang terbuka lebar, asumsi menjadi berubah. Ternyata mereka adalah maling berkedok pengemis.

Cukup panik ketika resleting itu terbuka lebar, karena uang euro dan passport tersimpan di sana. Syukur Alhamdulillah, reflek saya menyelamatkan dari peristiwa buruk. Tidak tahu apa jadinya jika saya meladeni kehebohan mereka dalam waktu yang cukup lama, mungkin saya akan mengemis di KBRI untuk pengurusan passport.

Hasil survey di internet mengamini saya, bahwa pola pengemis seperti itu sudah menjadi warning bagi turis di Paris. Telah banyak korban yang kehilangan barang - barang berharganya dan ternyata konsep penyodoran kertas adalah sebagai kamuflase agar kegiatan mencopet tidak terlalu terlihat. Satu orang sibuk menjelaskan, sisanya sibuk menggrayangi.

Tidak sengaja ketika saya duduk di dalam kereta bawah tanah, tampak secarik kertas ukuran A5 tergeletak di kursi sebelah. Dari pada bengong, saya baca saja. Oalah, ternyata pengemis sudah menjadi sindikat, bahkan sampai di print dengan rapi bagaimana cara berucap. Rasanya pemilik bacaan ini ingin saya siram dengan kecap.


Umami Melihat Kaos KDRI


Ngemall sudah menjadi gaya hidup kaum urban seperti saya. Ngemall juga menjadi tolak ukur pengguna karya - karya saya yang dipakai oleh masyarakat.

Maklum, salah satu usaha saya adalah distro t shirt dengan branding KDRI. Dimana salah satu konsumen utamanya adalah anak muda gaul di dunia mall.

Menjadi kepuasan tersendiri jika saya tidak sengaja melihat remaja sedang menggunakan kaos hasil desain saya, rasanya seperti mendapatkan umami! Sebuah kata dari Jepang yang artinya kurang lebih seperti merasakan kelezatan di lidah dan membuat otak meledak keenakan! Sensasional!

Sering kali saya melihat kaos KDRI berseliweran di tempat gaul ( Alhamdulillah). Tetapi kebahagiaan itu cuma hanya diteriakan di hati, yah paling banter riang bersama istri kalau lagi jalan berduaan.

Lama - lama kebahagiaan itu ingin saya teriakan ke pengguna kaos KDRI yang ada di depan mata. Tapu bagaimana caranya ya? Jangan sampai saya teriak beneran kaya orang gila.

Suatu malam ketika kami sekeluarga sedang makan di salah satu fast food Mall Kasablanka, tampak sepasang muda mudi antri memesan makanan. Ternyata sang cowok menggunakan kaos KDRI dengan gambar Barong Bali.

Ahhh, secara spontan, saya ambil kartu nama di dompet, dan dibaliknya buru - buru saya tulis menggunakan bolpen istri yang intinya menyatakan ucapan terima kasih serta ada sedikit privilege berupa diskon 50% untuk pembelian kaos berikutnya.

Saya samperin si pemuda yang mulutnya sedang penuh dengan kentang goreng itu. Berbincang bincang singkat sambil menyerahkan kartu nama.

Entah apa yang ada dipikiran si cowok itu selain harus terpaksa menelan makanannya karena saya todong ngobrol mendadak, dan ekspresi si pacarnya yang agak kaget karena tiba - tiba diganggu orang tak dikenal sambil nyodorin kartu nama, persis tukang asuransi kejar setoran.

Yang penting teriakan di hati saya sudah terucap. Bentuk apresiasi antara produsen ke konsumen telah tercipta. Umami saya sudah dirasakan oleh penikmat kaos KDRI.

Umaamiiii, nikmaaatttt.

Peduli Pemakai Eskalator


Pernah sebel ketika kalian ingin berjalan buru buru melalui eskalator namun terhadang 2 orang yang asyik ngobrol sehingga membuang waktu kalian ?

Hal ini tidak akan terjadi kalau masyarakat kita sudah terbiasa dididik untuk tidak egois dalam penggunaan ruang eskalator. Harusnya diatur bagi individu yang sedang nyantai bisa berdiri di lajur kanan, buat yang terburu buru bisa gunakan lajur kiri.

Sudah banyak masyarakat di negara lain seperti Jepang atau Inggris melakukan hal simpel ini sebagai bagian dari budaya mereka.

Langkah mudah yang mungkin bisa kita mulai adalah dengan sosialisasi melalui poster atau media visual lainnya. Pemaparan konsep berbagi ruang eskalator sejak SD juga efektif untuk dilakukan.

Kebayang kan kalau lagi kebelet pipis terus toiletnya di lantai atas ? Jalan satu satunya hanya lewat eskalator yang terhadang 2 orang sedang heboh membawa tas belanjaan?

Rasa sungkan campur rempong biasanya muncul. Antara kita musti ngalah, atau orang di depan kita sibuk pindah cari celah kosong, atau memang tidak bisa berbuat apa apa karena seluruh eskalator sudah dikuasai orang - orang yang tidak sedang kebelet pipis.

Nasib.

Terkotak Kotak Setan Merah

Heboh motif kotak kotak selain digandrungi ketika saat kampanye Pilgub Jokowi Ahok, ternyata juga menjadi tren di komunitas klub setan merah.

Manchester United merilis seragam barunya di musim 2012 - 2013 dengan pola gingham style. Bahasa Belanda yang berasal dari bahasa melayu yaitu genggang, memiliki arti kain corak petak.

Cukup masuk akal alasan MU memutuskan memakai konsep motif kotak kotak, karena konon kepopuleran produksi kain gingham berawal dari pabrik tenun di Manchester di abad pertengahan 18. Seolah MU mencoba mengenang sejarah tersebut.

Walau motif gingham cukup memorable ketika dipakai Judy Garland di film Wizard of Oz dan grup vokal asal Jepang AKB48, namun masih banyak yang menganggap kain kotak kotak ini lebih cocok untuk taplak meja atau dekorasi korden.

Ketika saya berkunjung ke Mega Store, pusat official merchandise MU di Old Trafford Stadium, banyak corak gingham yang coba disajikan melalui ragam gaya. Mulai dari kaos, sweater, mug, payung, hingga celana dalam.

Sepertinya mereka mencoba menyebarkan virus fashion kotak kotak kepada penggemarnya.
Aahh seandainya MU merilis versi sarung, mungkin fansnya di Indonesia akan semangat untuk memakainya.

Akankah gingham style seheboh gangnam style ? Tanyakan saja pada sexy lady!





Duta Bangsa Itu Bernama Nasi Goreng

Tubuh ini telah mendarat di halte bis daerah Piccadilly Gardens Manchester untuk siap - siap sowan ke Old Trafford Stadium. Namun mendadak terhambat oleh perut yang sedang protes kelaparan.

Gerimis melow dan suhu 8 derajat celsius membuat kami segera bergegas memilih tempat restoran secara random, pokoknya makan sambil nganget* (*mencari kehangatan).

Tidak sengaja kita melihat rumah makan dengan nama Rice Faster Food Outlet. Ahhh, rasanya seperti terkena cipratan surga setelah sekian lama bosan memamah menu bule. Nasi aku padamu!

Beberapa pelayan masih sibuk beberes dan ngepel, tampaknya kita menjadi customer pertama pagi itu. Langkah cepat menuju meja kasir untuk memesan sarapan, membungkam teriakan protes dari perut yang sudah mengganggu.

Tiba - tiba lagu Indonesia Raya seakan berkumandang di kepala saya. Penyebabnya adalah tertulisnya menu Indonesian Nasi Goreng yang berada di puncak paling atas daftar menu di dinding restoran. Masuk kategori Recommended Dishes pulak!

Tampaknya salah satu makanan khas Indonesia ini sudah populer di lidah orang Manchester. Buat saya ini semacam kekuatan soft power dalam memperkenalkan citra nusantara di mata dunia. Nasi Goreng telah sukses menjadi duta kita.

Awal yang baik untuk membuat penasaran orang bule tentang bumi pertiwi. Tak kenal maka tak sayang bisa berganti sudah kenal Nasi Goreng jadi ingin kenalan dengan Indonesia.

Hmmmm, jadi kebayang jika suatu hari Pemerintah Indonesia membuat Festival Kuliner di Manchester, lalu kita perkenalkan sajian khas lainnya, semisal Nasi Gila? Siapa tahu orang bule di sana makin menggila cintanya dengan negara kita.

Halusinasiku pun pudar setelah melihat nasi goreng di menu itu seharga 7,45 poundsterling, mewek.

Ibu Nyentrik Berambut Keriting di Rumah Kertas

Pintu biru itu sudah ada di hadapan saya, namun tidak ada semacam plang yang menunjukkan sebuah kantor salah satu festival animasi yang legendaris di dunia yaitu Hiroshima International Animation Festival (HIAF). Jangan - jangan salah alamat ?
Aki Hoashi dari Japan Foundation, sebagai penerjemah dan host yang mengundang saya ke Jepang sudah ainul yaqin (walau tampangnya juga sedikit agak ragu) bahwa tempat yang kita tuju untuk sowan sudah sesuai catatan di buku hitam kecilnya.

Bel cempreng membuat pintu biru itu terbuka. Tampak sosok ibu berambut seperti mie keriting, berpenampilan eksentrik menyapa dengan hangat. Ibu itu bernama Sayoko Kinoshita, founder dari HIAF. Rambut dan senyumannya sama - sama terlihat segar, rasanya ingin segera ikutan keramas saja.
Satu celah sebagai ruang arsip film, satu celah lagi untuk berbagai dokumen.
Ruang kerja director dan asistennya.
Takjub saya melihat isi kantornya. Di ruangan yang cukup sempit terdapat tumpukan kertas dan kaset di segala penjuru. Lebih mirip toko jual beli kertas kiloan daripada sebuah kantor festival film animasi. Sepertinya tidak ada celah untuk bernafas bagi dinding, jika ada ruang kosong pasti sudah terisi seombyok'an kertas yang sudah antri menanti di lantai.

Langkah kaki berjalan pelan - pelan menuju ruang meeting mini melalui lorong yang dikelilingi oleh menara - menara yang terbuat dari tumpukan kaset dan buku. Deg-deg'an, takut jika tidak sengaja kesenggol mengambrolkan susunannya.

Sayoko Kinoshita setiap hari bekerja di ruangan sekitar (mungkin) 30 meter persegi ini, ditemani 1 asistennya untuk menghandle paper works HIAF yang diadakan setiap 2 tahun sekali. Festival besar ini sejajar dengan Annecy International Animated Festival di Perancis dan Ottawa International Animation Festival di Canada, ternyata memiliki kantor sekaligus ruang arsip video yang mini.

Menghandle sekitar 1.900an film dari 50an negara dengan ruangan ukuran minim seperti ini membutuhkan tantangan tersendiri menurut saya. Sumpek harus menjadi kata yang dihapus di otak mereka jika ingin bekerja di sini.

Hmmm, pelajaran dari kunjungan ini adalah tidak perlu kantor yang mewah dan heboh jika hanya menghasilkan karya cetek, Sayoko Kinoshita membuktikan bahwa walaupun kantornya lebih mirip gudang dengan setumpuk berkas berbagai rupa tetapi mampu membuat festival animasi berwarna yang membanggakan dan membawa nama harum kota Hiroshima.

Sayonara.

Sayoko Kinoshita (kanan) dan asistennya dengan background tumpukan kaset dari berbagai negara.
Saya kasih jempol dulu untuk ibu yang satu ini.

Mereka Tidak Kreatif Dalam Urusan Sarapan Sir!

Piring putih itu terisi oleh scramble eggs, hash brown, sosis babi dan ayam, bacon, tomat panggang, kacang manis, jamur dan darah beku. Hidangan ini mereka beri nama Full English Breakfast. Hanya cocok tampil untuk dinikmati ketika saat sarapan. Makin pas jika ditemani oleh teh panas atau kopi. Sebuah santapan khas dari Inggris Raya.

Tetapi berbeda rasanya jika menu tersebut tersaji setiap pagi dan berhari - hari di hotel yang saya inapi. Mblenek* akan menjadi nama tengah saya. (*Bahasa Jawa : Rasa bosan pingin muntah).
Awalnya saya merasa hotel yang saya sewa kebetulan tidak punya chef kreatif, menu yang ditawarkan ya Full English Breakfast setiap paginya. Rupanya hal tersebut bukan kebetulan, tetapi kesengajaan dari kaum chef di Inggris.

Kebetulan saya sudah 5 kali mengunjungi ke berbagai kota di negara Inggris, mulai dari London, Wales, Bristol, Oxford hingga Manchester. Bermacam - macam tempat penginapan sudah saya tiduri, dari hotel bintang 5, hotel kuno, hotel modern, hotel murah, hingga dormitory (1 kamar untuk rame - rame dengan orang lain). Ternyata menu sarapannya sama semua! Full English Breakfast! Bah!

Saya curiga, sepertinya ada sindikat penguasa alur distribusi menu sarapan. Semacam mafia yang memastikan bahwa seluruh hotel harus,makan English Breakfast. Ha ha..
Di sisi lain, kejadian ini sudah selayaknya dilaporkan ke Kementerian Ekonomi Kreatif di sana. "Pak, menu di hotel sampeyan ndak kreatif blasss!" Tulis saya suatu saat nanti :)

Harap maklum, saya sebagai orang Indonesia terbiasa dengan sarapan yang variatif kalo bisa setiap 2-3 hari ganti menu. Lemper, nasi kuning, pecel, bubur, rawon, tahu sumedang, roti cokelat, onde - onde, soto, indomie, mie sedap, sarimi, you name it lah.

Dalam masalah persarapan, saya kira kita harus bangga bahwa hotel - hotel di Indonesia lebih juara. Kita jauuuh lebih kreatif tentang variasi menu dibandingkan hotel di Inggris. Layak mendapat medali emas di olympiade London kategori sarapan pagi.

Selamat!

Ability Suite Berpintu Warna Setan Merah

Saya bersama rombongan sedang berjalan diantara dinding yang tersusun oleh batu bata. Hawa sejuk dan lembab tetap mengiringi kami yang sedang mengikuti tour stadion Old Trafford milik Manchester United.

Pria gundul berumur kira-kira 50an tahun bernama Mark dengan suara beratnya menghentikan langkah kaki kami. Wajahnya yang garang mirip pemain mafia di film Hollywood seolah berubah menjadi anggota  mafia yang tobat ketika menunjukan sesuatu. Sumringah.

Saya tengak tengok di depan tidak ada yang spesial, hanya ada pintu bercat merah mirip akses ruangan rahasia dengan tulisan "Ability Suite".

Mark mengatakan bahwa walaupun Manchester United adalah klub besar, tidak berarti cuek dengan fans penyandang disabilitas. Salah satu bentuk kepeduliannya adalah menyediakan fasilitas khusus bagi mereka dalam bentuk penyediaan ruang tunggu khusus dan nyaman bagi yang ingin menonton pertandingan. Itulah fungsi dari Ability Suite.

Tahun 2008 ketika Manchester United melakukan pertandingan final Piala UEFA Champions  melawan Chealsea di Moskow Rusia, sekitar 150 fans MU penyandang disabilitas diundang untuk terbang ke negaranya Vladimir Putin untuk mendukung secara langsung. Tentunya tanpa harus mengeluarkan poundsterling sepersen pun.

Hmmmm, saya hanya membatin, tentu saja program seperti ini akan dilaksanakan oleh klub - klub lokal di #Indonesiasik.
Pria gundul itu akhirnya balik badan, memimpin rombongan melalui lorong batu bata dengan sumringah.

Logo Kota Medan: Temennya Logo Lotere ??

Perjalanan ke Bandara Soekarno Hatta saya sedikit terganggu dengan penampakan billboard di sekitar area Tangerang kilometer 25.

Terlihat pria  berwajah garang sedang mengepalkan tangan dengan tulisan "This Is Medan". Sepertinya sosok itu adalah seorang pejabat penting di kotanya. Secara keseluruhan sungguh berantakan desainnya, tidak tampak "eye candy" jika iklan itu ditujukan kepada turis.

Billboard yang terpampang strategis di lokasi jalan tol itu makin mendapat nilai merah dari saya di raportnya. Penyebab utama adalah karena eksekusi pembuatan logo "This Is Medan".

Tidak habis pikir, bagaimana bisa gambar wajah bertangan merah ini berhasil di "approve", padahal dia memiliki saudara kembar siam di negeri Inggris yang sudah eksis duluan sebagai logo organisasi resmi perjudian milik pemerintah dalam bentuk lotere bernama The National Lottery, semacam SDSB di jaman Orde Baru.

Bedanya si tangan biru memanfaatkan jarinya membentuk "crossed fingers", sebuah bentuk simbol keberuntungan, berharap untuk mendapatkan durian jatuh dalam bentuk lotere. Si merah, seperti layaknya kita sedang bermain pistol-pistolan lewat tangan.

Saya yakin, sebetulnya masih buanyak talenta handal dari rakyat Medan dalam membuat desain logo yang lebih layak bagi para turis berkunjung di kotanya.

Jadi, kita harus bilang horas atau horor ?

Poppy Bunga di London Bukan Pemain Sinetron

Beberapa kali saya melihat anak muda berseragam tentara sedang berdiri tegap memegang kotak kardus berisikan sesuatu di pintu masuk berbagai mall di London.

Rasa penasaran membuat saya menghampiri salah satu dari mereka. "Ini apa ya?" Sambil tangan saya menunjuk isi kotak kardus.
"Ini Bunga Poppy" jawab pemuda berpakaian khas marinir berparas asia itu. "Buat apa?" Tanya saya dengan polos. "Untuk mengenang para pejuang, terutama di saat perang dunia pertama".
Hmmm, kalau di Indonesia, kita memang sudah punya Poppy Bunga, lumayan terkenal di sinetron dan gonta ganti pacar di acara gosip. Tetapi Bunga Poppy di Inggris lebih dasyat lagi tingkat kepopulerannya. Dari anak kecil sampai kakek buyut mengenalnya.

Di bulan November mereka merayakannya dengan menyematkan di dada imitasi Bunga Poppy dari bahan kertas yang salah satunya bisa didapat dari para perwira muda tegap sedang rela berdiri kedinginan di sudut mall itu.
Saya pun mencoba mengambil satu Bunga Poppy sebagai kenang -kenangan dengan cara menyumbang beberapa uang koin ke dalam tabung plastik yang sudah dipegang sang tentara.
Konsep ini bisa ditiru oleh Bangsa Indonesia untuk mengenang jasa para pahlawan kita selain juga dapat meningkatkan rasa nasionalisme.

Mungkin bisa dicoba dengan berkampanye menggunakan bunga melati? Tetapi tanpa harus dibantu oleh artis Poppy Bunga memakai seragam tentara sambil diliput infotainment setajam silet kan ?
Buat yang belum tahu Poppy Bunga.



Awas Jebakan Batman di Kotak Merah Ini


The Red Telephone Box, adalah istilah dari wujud foto di atas ini. Sebagian besar orang sudah mengasosiasikan kios telepon ini sebagai salah satu ikon populer di Inggris. Sudah barang tentu menjadi salah satu objek figuran bagi turis untuk bernarsis ria.

Namun saya sarankan untuk berhati-hati jika teman-teman ingin berfoto ria bersama telepon umum ini, terutama di kawasan kota London, waspada dengan jebakan Batman!
Beberapa kali saya masuk untuk menggunakan telepon, persentase kesempatan mencium bau pesing bisa sekitar 70%. Baunya seperti bunga bankai lagi pipis!

Analisa ngawur saya adalah mungkin banyak orang bule di sana susah mencari wc umum. Apalagi di saat musim dingin, saat tengah malam sambil minum alkohol, wuihh, keinginan buang air seni akan meningkat tajam.

Pemerintah London seakan cuek melihat kekemprohan (kejorokan) ini. Selain banyak telepon yang rusak dan hilang, banyak sekali si kotak merah itu ditempeli dengan stiker layanan seks premium bergambar wanita seronok.

Kembali ke masalah perpesingan, analisa ngawur saya lainnya adalah aroma tidak pas mantap ini terjadi karena desain kiosnya yang memiliki pintu. Sehingga tercipta ruangan privasi untuk segera berbuat mengenyahkan pipis sebelum terlambat.

Istri saya @helloarie kebetulan menemukan si kotak merah dan ingin difoto dengan adegan kepala clingukan dari dalam. Dia sudah paham akan resikonya. Menahan nafas beberapa detik menjadi solusinya.

Satu, dua, tiga, cekrek! Foto bernuansa Inggris pun tercipta lewat The Red Telephone Box. Tetapi sang model @helloarie wajahnya membiru, seolah dapat tragedi yang ingin dia tendang keluar.

"Apakah baunya melebihi bau pipis orang bule?" Tanya saya penasaran. Matanya melotot sepakat sambil mengangguk anggukan kepala. Ahhh saya tidak mau meneruskan untuk membayangkan isi di balik kios itu.

Istri saya sepertinya bukan terkena jebakan Batman, tetapi The Avengers!

Korea Selatan Tertancap di Kereta Bawah Tanah


Sambil menunggu tube, istilah kereta bawah tanah di London, saya melihat lihat iklan poster yang bertebaran secara rapi di dinding stasiun.

Ahhh, lagi - lagi saya menyaksikan Korea Selatan tampil membrandingkan dirinya secara asik. Kali ini mereka membuat event "The London Korean Film Festival".

Iklan ini ternyata memberondong mata saya berkali kali di tempat yang berbeda -beda. Mungkin saya melihat grafis ini rata - rata 3 kali dalam sehari perjalanan. Hitung saja kalau sudah seminggu, kayaknya branding Film Korea Selatan sudah tertanam ndlesep di otak.

Tampaknya negara kimchi ini sangat serius dalam memborbardir dengan senjata budaya. Bayangan saya, #Indonesiasik pasti akan melakukan hal yang lebih keren.

Memang saat ini sudah beberapa KBRI melakukan sajian budaya kepada komunitas setempat melalui pemutaran film -film Indonesia. Sayangnya masih belum banyak yang dibuat seserius poster dari negaranya GangNam Style yang saya lihat itu.

Seandainya ada surat sakti mandraguna, akan saya manfaatkan untuk menulis surat perintah membuat "The London Indonesia Film Festival" tetapi dengan syarat tidak menayangkan film Mr Bean Kesurupan Depe!

Ada Mie Ayam di Huruf "O" Milik London


Beberapa kali saya amati, negara Inggris itu memang doyan membuat logo - logo yang berhubungan dengan kepentingan publik menggunakan konsep yang simpel.

Tapi kali ini saya merasa ngeganjel melihat logo "London" ini. Secara tipografi sudah ndak masalah, tetapi hal yang mengganggu adalah isi dari huruf "o".

Apakah itu mie ayam yang tercecer? Cacing tanah sedang berusaha menyebrang? Atau potongan jigsaw hasil malpraktek ?
Saya memposisikan diri sebagai orang awam belum paham makna yang terkandung di dalam lingkaran itu.

Akan lebih pas jika diganti dengan bermain siluet wilayah kota London, apa jangan - jangan maksudnya memang begitu?
Alur Sungai Thames versi Mbah Google

Selidik punya selidik setelah berkonsultasi dengan mbah Google ternyata benar, benang meliuk liuk itu maksudnya adalah sungai Thames. Sebuah sungai terbesar kedua di Inggris Raya yang memotong Kota London.

Aahhh, ternyata imajinasiku tentang mie ayam di logo itu menjadi sirna, bagaimana dengan kalian ?

Kena Toyor Mayor of London


Warna-warna pastel menghiasi sebuah billboard berukuran meja pingpong yang terlihat di sebuah stasiun kereta bawah tanah di London. Beberapa gedung dan kendaraan umum divisualisasi secara simpel tapi asik.

Better Connections adalah judul grafis ini. Seolah menjelaskan public tranports yang sedang dibangun oleh pemerintah kota London makin mudah menjangkau semua sudut area.

Di pojok kiri bawah terpampang sebuah tulisan berbunyi "Mayor of London". Pertanda bahwa grafis ini resmi berasal dari walikota mereka.

Konsep dengan menonjolkan typography yang tebal kategori serifs font tanpa ada simbol pendukung membuat logo tersebut terkesan terlalu simpel.

Namun di sisi lain, tulisan tersebut bisa menunjukan karakter pemerintahan kota London yang memang ingin dianggap tidak rumit, straight to the point.

Saya acungi jempol atas inisiatif logo ini, walaupun masih bisa diulik sedikit agar tampak makin cakep.

Mereka sepertinya tidak menggunakan formula tempel wajah pejabat ala Indonesia, cukup menonjolkan tulisan dengan porsi 2,5% saja di seluruh public service announcementnya.

Harusnya pemerintah di Indonesia merasa ditoyor oleh Mayor of London karena konsep ini.

Rumah Sakit Kuda Gaul - Seri 1

Saya bersama istri bergegas menuju sebuah pemutaran kompilasi animasi pendek dari Jepang yang merupakan rangkaian acaranya London International Animation Festival (LIAF) 2012.

Waktu sudah menunjukan jam 17.50 menjelang malam. Pertanda acara segera akan dimulai, membuat kaki ini melangkah cepat menuju Horse Hospital. Salah satu tempat dari 3 lokasi yang disewa LIAF untuk penyelenggaraan festivalnya.

The Horse Hospital? Kalau di translate artinya kan Rumah Sakit Kuda? Apa iya, sang pemilik tempat adalah mantan dokter hewan ? Atau jangan - jangan tempat yang sedang kita tuju adalah rumah sakit kuda beneran.

Akhirnya kami tiba di Russell Square Station, dan sesuai petunjuk Google Map, Horse Hospital tidak jauh dari stasiun tersebut. Suasana sedikit kelam sembari diserang suhu 7 derajat celsius membuat kami buru - buru sambil menggigil ingin segera sampai di tempat tujuan.

Tulisan The Horse Hospital dengan huruf kapital berwarna putih terpampang di tembok batu bata yang lusuh tampak berumur tua. Hmmm kami menjadi ragu, apa benar ada pemutaran film  di sini.

Gedung yang hanya diterangi lampu neon ini terlihat seperti tidak berpenghuni. Seolah mengamini bahwa kami salah alamat. Rasa tidak percaya bahwa ada sebuah festival animasi di tempat tersebut membuat saya dan @helloarie berinisiatif mengintari area tersebut.

Terlihat dari jauh seseorang bule berkelamin jantan keluar melalui satu satunya pintu yang bisa kami lihat. Hmmm apakah itu pintu menuju sebuah acara? Kok tidak ada semacam poster atau grafis menandakan festival animasi? Meragukan.

Perlahan tapi pasti, kamipun mendekat ke pintu tersebut. Lega rasanya, tampak kertas putih A4 tertuliskan nama acara yang sedang kita cari. Hmmm walaupun sebenarnya lebih cocok sebagai petunjuk acara lomba mancing ikan daripada untuk festival animasi kelas internasional.

Terlihat ada beberapa orang sedang menggerombol di lorong kelam berwarna merah. Mirip masuk ke sarang Drakula.
Ada apa gerangan di sana?

Bersambung dulu deh biar penasaran :)

Ijo Royo Royo Gedungku

Sudah saatnya ribuan gedung di Jakarta dipaksa untuk bersolek menggunakan pakaian dari tetumbuhan. Istilah kerennya bio walls.

Selain kota metropolitan ini pelit dengan kawasan hijau, polusi udara beredar dimana -mana, serta sebagian besar wilayah sudah terlanjur diduduki oleh mall - mall berkilau.

Konsep vertical gardens menjulang ke atas bisa menjadi alternatif buat para tanaman tumbuh berkembang bersama wilayah yang sudah sempit dihuni lebih dari 9,5 juta jiwa manusia menurut BPS.

Dalam mempopulerkan gerakan ini, gedung - gedung pemerintahan bisa berinisiatif menjadi proyek percontohannya. Selain karena pihak mereka sering disorot media, juga bisa menjadi brand awarness yang positif untuk lembaganya. Pemerintah seakan terlihat pro dengan program penghijauan. Selain membantu menjernihkan udara, dinding tetumbuhan ini juga dapat membuat sejuk ruangan di dalamnya. Bayangkan saja jika kita ke kantor kelurahan buat ngurus KTP, sambil antri bisa menikmati hawa segar. Bagaimana kalau seluruh tembok Istana Presiden disulap menjadi rimbun. Setiap bulan kita bisa menikmati mekarnya ragam bunga dan serbuan kupu - kupu warna warni.

Indah bukan jika konsep ini dilaksanakan seperti foto di atas yang saya ambil ketika berada di London. Gedung itu seolah bernyawa, menghirup udara kotor dan menggantikannya dengan yang bersih. 

Amboyyyyy.

Apa Kabar Dunia (Lagi)

Judul artikel yang saya tulis ini mengacu kepada kebiasaan seorang blogger jika memulai tulisan perdananya. Hello World kalau kata orang bule.

"(Lagi)" memiliki makna bahwa saya sudah pernah membuat blog. Kementerian Desain RI merupakan blog pertama saya yang kini sudah menjadi salah satu lini bisnis pribadi. Kalian dapat mengaksesnya di http://kdri.co

Ada beberapa faktor yang membuat blog anyar ini tercipta. Pertama, karena saya baru memiliki smartphone Motorola Razr yang lumayan nyaman mengakomodir kegiatan ngeblog secara mobile.

Kedua, gara-gara penerbit Bentang yang pernah menawari saya untuk menulis buku tentang kreativitas. Butuh waktu lebih dari 6 bulan menyelesaikan 300an halaman. Kebiasaan baru itu ternyata ngangenin. Capek tapi pingin mengulang kembali.

Alasan ketiga karena istri saya @helloarie yang punya cletukan tentang keinginan dia untuk membuat blog karena banyak curhatan yang mau dituangkan lewat tulisan. Rasanya seperti kena petir mendengar keinginan itu. Merasa bercermin, oh iya ya, kenapa saya tidak melakukan hal yang sama?

Banyak sekali peristiwa besar hingga remeh temeh yang pernah saya alami. Sepertinya sayang jika tidak terdokumentasi. Siapa tahu jika dibaca kembali menjadi bermanfaat, minimal buat saya pribadi.

Foto di atas menjadi bukti deklarasi saya dalam memulai kembali aktivitas ngeblog yang sudah lama vakum. Artikel ini saya ketik ketika sedang menemani sang istri belanja di wilayah yang membuat kaum pria bengong.

Nah dari pada saya ikutan bengong, lebih baik ngomong lewat blog.

Akhir kata, selamat membaca (lagi) blog saya :)

London, 3 November 2012, 9 Derajat Celcius, Brrrrrr!